Beriman pada Allah SWT tidak bertentangan sikap waspada dan berhati-hati pada wabah berbahaya. Nabi Muhammad SAW pernah bersembunyi di dalam Gua Tsur selama tiga hari tiga malam untuk menghindari kejaran suku Quraisy. Nabi Musa AS pernah lari dari kejaran Fira’un dan pasukannya. Umar bin Khattab, sahabat Nabi, pernah mengurungkan niat mengunjungi Syam yang sedang dilanda wabah. Ada problem besar jika menghubungkan secara tidak tepat antara keimanan pada Allah SWT dan ikhtiar menghindari marabahaya. Keimanan seseorang tidak dapat diukur dengan logika seperti demikian. Dalih “jangan takut pada Corona, tapi takutlah pada Allah” seolah-olah menghubungkan dua jenis ketakutan yang berbeda dan tidak saling berkaitan. Baca https://update.unisayogya.ac.id/covid19/betulkah-mengukur-keimanan-dengan-covid-19?
Oleh: Dr. M Nurdin Zuhdi, S.Th.I., M.S.I. – Dosen UNISA Yogyakarta
Jumlah pasien positif Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meningkat tinggi. Kasus Covid-19 yang terjadi di DIY dibawa oleh tiga klaster besar, yaitu dari Jamaah Tabligh Sleman, Jamaah Tabligh Gunungkidul dan GPIB Kota Yogyakarta. Riris Andono Ahmad, Tim Perencanaan Data dan Analisis Gugus Tugas Covid-19 DIY dan pakar epidemologi UGM mengatakan bahwa klaster Jamaah Tabligh Sleman dan Gunungkidul berasal dari dua orang yang mengikuti kegiatan keagamaan di Jakarta.
Menurut Riris, pasca mengikuti kegiatan keagamaan di Jakarta, dua orang tersebut pulang secara bersamaan. Salah seorang pulang ke Sleman, dan satu lagi ke Gunungkidul. Satu orang yang pulang ke Gunungkidul menjadi satu klaster yang berkembang menjadi 18 kasus. Sedangkan satu orang yang pulang ke Sleman membentuk klaster baru dengan 24 kasus.