Dunia akademis mengalami perubahan dalam berbagai aktivitas maupun kebiasaan akibat adanya Pandemi Covid 19. Perubahan yang sangat cepat, sehingga memerlukan adapatasi yang cepat pula untuk dapat menikmatinya. Perkuliahan, pelatihan, seminar, workshop, talk show hingga wisuda berjalan secara daring. Dinamika dan tantangan menjalankan aktivitas daring sangat beragam baik dari aspek teknis maupun non teknis pelaksanaan kegiatan. Aspek teknis dapat ditinjau dari ketersediaandan keterjangkauan jaringan internet yang memadai, ketersediaan biaya untuk membeli paketan internet, ketersediaan aplikasi dan sebagainya. Sedangkan aspek non teknis berkaitan dengan efektivitas pelaksanaan kegiatan yang meliputi kemampuan sebuah kegiatan daring dalam menyampaikan pesan kepada khalayak sehingga khalayak memiliki pemahaman yang sama dengan materi yang disampaikan. Beberapa hal yang dapat berpengaruh pada efektivitas yaitu lama waktu khalayak atau audiens untuk tetap fokus mengikuti kegiatan daring, intensitas mengikuti kegiatan daring dan sebagainya.
Kondisi tersebut mendorong Setiawan Priatmoko (Dosen Prodi Manajemen STIE Pariwisata API Yogyakarta) dan Wuri Rahmawati (Dosen Prodi Komunikasi Universitas Aisyiyah Yogyakarta) membentuk tim bersama untuk meneliti dan mengkaji tentang efektivitas seminar yang dilakukan secara daring yang lebih dikenal dengan istilah Webinar. STIE Pariwisata API dan Prodi Komunikasi Aisyiyah Yogyakarta mengadakan penelitian ini sebagai salah satu bentuk aktifitas Tri Dharma Perguruan Tinggi di Era Pandemi. Ketertarikan peneliti ini karena Webinar menjadi fenomena yang sangat luar biasa intensitasnya di masa pendemi Covid 19. Dalam seminggu, hari Senin hingga hari Minggu selalu ada informasi atau promosi tentang adanya acara webinar yang diselenggarakan oleh berbagai pihak baik dari lingkungan Perguruan Tinggi, Pemerintah maupun Non Pemerintah. Dari berbagai informasi atau promosi webinar tersebut diperoleh informasi bahwa tidak semuanya dapat diingat oleh khalayak. Menurut hasil penelitian ini 44,5% responden hanya mampu mengingat dua sampai tiga acara webinar dalam sepekan, 24,2% responden mengingat satu webinar dalam sepekan, 19,9% responden harus diingatkan sebelum acara webinar akan dimulai dan sisanya 1,4% dapat mengingat lebih dari enam acara webinar. Dengan hasil seperti ini maka sebaiknya penyelenggara webinar mempublikasikan acaranya ketika mendekati waktu pelaksanaan.
Penelitian ini dilakukan pada 30 Mei-7 Juni 2020 dengan total responden 211 orang yang terdiri dari 68 orang laki-laki (33%) dan 143 orang perempuan (67%). Responden dalam penelitian ini adalah akademisi, mahasiswa dan tenaga kependidikan dari berbagai universitas di DIY maupun luar DIY dengan rentang usia 17 tahun hingga 46 tahun ke atas. Informasi yang diperoleh yaitu bahwa 85,3% responden dapat fokus mengikuti satu acara Webinar selama 1-2 jam, 12,3% dapat fokus selama 3-4 jam sedangkan sisanya sebesar 2,4% dapat fokus mengikuti acara webinar yang diselenggarakan selama lebih dari 5jam. Selanjutnya Setiawan dan Wuri menyatakan bahwa kondisi ini mestinya dapat menjadi referensi bagi setiap penyelenggara Webinar agar tidak terlalu lama dalam menyelenggarakan satu acara Webinar sehingga audiens atau khalayak tetap akan mengikuti acara dari awal hingga selesai. Dengan demikian maka diharapkan audiens dapat menerima semua pesan yang disajikan dalam proses webinar dan tujuan penyelenggaraannya dapat tercapai.
Sedangkan intensitas mengikuti Webinar dalam sepekan sebesar 38,9% menyampaikan jika belum tentu mengikuti, 34,6% mengikuti 2-3 kali, 11,8% mengikuti 1 webinar dan 6,2% mengikuti lebih dari 5 Webinar. Aplikasi yang paling banyak digunakan mengikuti acara webinar yaitu zoom (86,3%), baru kemudian diikuti Youtube (5,7%), Google Meet (4,7%) sedangkan sisanya sebesar 3,3% menggunakan webex,whattsapp dan facebook. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar penyelenggara webinar menggunakan aplikasi zoom,namun peneliti belum melakukan kajian alasan pemilihan aplikasi ini kepada para penyelenggara webinar.
Informasi lain yang diperoleh peserta webinar menggunakan jaringan internet langganan bulanan yaitu sebesar 46,9%, menggunakan jaringan kartu GSM prabayar dengan sistem pembelian paket data sebesar 47,9% dan 5,2% yang menggunakan kartu GSM pasca bayar. Kondisi ini menunjukkan bahwa internet menjadi salah satu kebutuhan utama di masa pandemi Covid 19 ini bagi dunia pendidikan. Sebagian besar responden yang merupakan akademisi (53,1%) menyampaikan bahwa biaya akses data internet tidak menjadi pertimbangan untuk mengikuti Webinar sedangkan 46,9% responden menganggap bahwa biaya internet menjadi pertimbangan untuk mengikuti webinar. Khusus bagi pengguna kartu GSM pra bayarbiaya internet sangat penting sebab jika kuota yang dimiliki tidak cukup untuk mengikuti Webinar maka dapat menyebabkan terputusnya jaringan sebelum acara selesai.
Umumnya peserta mengikuti acara webinar dari rumah atau kos yaitu sebesar 81,5%, dari kantor atau kampus 15,6% dan sisanya 2,9% mengikuti webinar melalui warnet, area publik (pos rodan, kafe, perpustakaan Kota Yogyakarta, Pojok Internet Kecamatan). Kondisi ini menunjukkan bahwa kebijakan bekerja dan belajar dari rumah mendorong masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitasnya di rumah atau tempat tinggalnya masing-masing dan akan bekerja dari kantor jika memang tidak bisa dikerjakan di rumah.
Pada kesempatan ini peneliti juga mencoba menjawab fenomena penggunaan latar belakang lemari buku oleh audiens yang pernah viral diberitakan beberapa waktu lalu. Pada saat mengikuti webinar,peserta biasanya akan menentukan background atau tampilan di belakang tempat duduknya. Pemilihan background selain berkaitan dengan keindahan atau estetika juga berkaitan dengan kenyamanan peserta saat mengikuti Webinar sebab merasa akan dapat dilihat peserta lain melalui layar video di aplikasi yang digunakan. Berdasar hasil penelitian ini sebanyak 37,4% responden menyukai backgrounddinding tanpa ornamen, 28% menyukai backgrounddinding dengan hiasan ornamen, foto, atau lukisan, 12,7% menyukai background halaman rumah yang banyak pepohonan, 10% menyukai background rak buku, sebanyak6,7%menyukai background yang beragam seperti destinasi wisata, poster acara webinar, gorden jendela, background aplikasi zoom, foto, pemandangan alam bebas dan sisanya 4,7% tidak peduli dengan background yang penting terang,ada signal dan posisi duduk yang nyaman.
Berdasar hasil penelitian ini maka penyelenggara webinar hendaknya dapat mengemas acara yang menarik agar peserta bersedia mengikuti dari awal hingga akhir acara baik dari aspek materi, lama waktu acara dan promosi kegiatan. Termasuk penting memperhatikan keterjangkauan dan ketersediaan biaya akses internet bagi khalayak dalam mengikuti pembelajaran dari webinar. Dengan berbagai tantangan dan dinamika penyelenggaraan webinar, bahwa diseminasi ilmu pengetahuan, wawasan dan berbagai kebijakan harus dapat tersampaikan kepada masyarakat khususnya civitas akademika Perguruan Tinggi. Inovasi dan kreativitas penyelenggara Webinar maupun penyedia aplikasi perlu terus ditingkatkan agar berbagai aktivitas daring yang menggantikan kegiatan tatap muka dapat berjalan dengan efektif dan efisien serta tidak membosankan. Besar harapan peneliti ke depan dapat dibuat kebijakan yang tepat terkait pembelajaran jarak jauh di masa pandemi.