Categories
Kultum Ramadhan

Memaknai Ulang Waktu Luang

Untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, ibadah selama bulan Suci Ramadhan dilakukan di rumah, sampai dinyatakan bahwa wabah sudah berlalu oleh pihak berwenang. Nabi SAW-pun hanya beberapa hari saja jama’ah tarawih di masjid, selebihnya di rumah. https://update.unisayogya.ac.id/covid19/memaknai-ulang-waktu-luang/ dapat dibacakan oleh imam atau yang ditunjuk ketika jama’ah tarawih atau subuh di rumah. Daftar kultum: https://bit.ly/KultumRomadhon


*Memaknai Ulang Waktu Luang*
Oleh: Dwi W Indah Fajarwati – Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam UNISA

Terdapat sebuah hadis menarik tentang waktu yang diriwayatkan oleh imam Bukhari. Hadis ini menyebutkan dengan jelas kategori waktu secara khusus yaitu waktu luang, seakan akan ini menjelaskan adanya pembagian kategori waktu: waktu pada umumnya dan waktu luang. Hadis tersebut berbunyi, yang artinya “Ada dua nikmat yang banyak manusia tidak bisa memanfaatkan dengan baik, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari).

*Apa arti Waktu Luang?*

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian waktu memiliki sedikitnya 7 arti. Tiga diantaranya dibawah ini dapat digunakan untuk memahami ulang apa yang dimaksud dengan waktu luang, yaitu
1). Seluruh rangkaian saat, ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung,
2). Saat yang tertentu untuk melakukan sesuatu,
3). Kesempatan, tempo, peluang. Adapun kata Luang memiliki 2 makna yaitu (3.1). Lowong/kosong, (3.2). Senggang atau tidak sibuk.

Jika dilihat dari pengertian diatas maka waktu luang bermakna:
1). Keadaan yang kosong dan tidak terjadi baik proses maupun perbuatan,
2). Saat tertentu dimana seseorang tidak melakukan sesuatu,
3). Kesempatan, tempo atau peluang yang senggang /tidak sibuk.

Dari ketiga makna diatas mengindikasikan bahwa waktu luang selalu mensyaratkan tidak adanya perbuatan yang dikerjakan di masa (waktu) itu. Pengertian yang demikian ini kurang tepat untuk menggambarkan makna waktu luang dewasa ini, mengapa? Karena manusia era gadget, hampir seluruh waktunya dipenuhi dengan “perbuatan” (aktifitas) bersama gadget, bahkan sejak bangun tidur hingga tidur kembali. Gadget berkolaborasi cantik dengan internet menawarkan banyak pilihan menu, dari yang serius sampai yang sekedar entertain belaka. Gadget juga menjadikan dikotomi waktu menjadi kabur, karena tidak dapat dikenali dengan jelas apakah seseorang itu sedang berada di waktu luang atau tidak.

*Waktu Luang yang Terbuang*

Aktifitas seseorang bersama gadget ditangannya, menjadikan sulit dibedakan antara yang sedang bekerja (serius) ataukah sekedar bermain saja. Dengan kata lain bahwa manusia di era ini, senantiasa melakukan perbuatan di seluruh waktu yang dimilikinya. Jika syarat “adanya satu perbuatan” dalam suatu masa ini terpenuhi, maka masa ini tidak lagi bisa disebut sebagai waktu luang. Oleh karena itu tolak ukur ada dan tidak adanya suatu perbuatan (aktivitas) dalam suatu masa, tidak bisa dijadikan sebagai parameter terhadap waktu, apakah masa itu termasuk kategori waktu luang atau tidak.

Makna “waktu luang” lebih tepat diartikan sebagai durasi masa yang kosong dari perbuatan, pekerjaan atau aktivitas positif (baca: amalan sholihan). Pengertian yang demikian ini mampu memperjelas kekaburan makna waktu luang. Jika suatu perbuatan/aktivitas itu terjadi pada suatu masa dan merupakan kegiatan yang miskin manfaat, miskin kebaikan maka masa itu masuk kategori waktu luang, karena masa itu adalah masa yang kosong/tidak terjadi perbuatan positif. Mengapa demikian? Karena, meskipun telah terjadi suatu perbuatan, tetapi sifat positif (sholih) dari perbuatan itu tidak terpenuhi.